Sabtu, 02 Oktober 2010

SOSIOLOGI OLAHRAGA

SOSIOLOGI OLAHRAGA

1. Pengertian Sosiologi
Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah sosial (norma), lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social adalah pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas politik dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.

Telaah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampakkan beberapa karakteristiknya yaitu :

1. Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu alam / kerohanian.
2. Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya bersifat non etis yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga tidak ada penilaian dalam proses pemerolehan dan penyusunan teori.
3. Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu pengetahuan terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak.
4. Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya didasarkan pada observasi obyektif terhadap kenyataan dengan menggunakan penalaran.
5. Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari hasil observasi. Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun secara logis, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat berbagai fenomena.
6. Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan pada teori yang mendahuluinya.

Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan kajian ilmu, sedang obyek formal adalah sudut pandang / paradigma yang digunakan dalam mengkaji obyek material.

Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang obyek formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society) dibatasi oleh unsur – unsur :

* Manusia yang hidup bersama.
* Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.
* Mereka sadar sebagai satu kesatuan.
* Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu melahirkan kebudayaan.

Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.

2. Pengertian Sosiologi Olahraga

Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.

3. Bidang Kajian Sosiologi Olahraga

Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu para ahli berupaya mencari batasan bidang kajian yang relevan misalnya:

1. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga.
2. Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
3. G Magname menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam kehidupan sehari-hari, masalah olahraga rekreasi, masalah juara, dan hubungan antara olahraga dengan kebudayaan.
4. John C.Phillips mengkaji tema yang berhubungan dengan olahraga dan kebudayaan, pertumbuhan, dan rasional dalam olahraga.
5. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.

Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:

* Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
* Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
* Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi )
* Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
* Perubahan sosial (interaksi sosial, asimilasi dan mobilitas)
* Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
* Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)

Dari berbagi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga.

Kajian sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan dan tata aturan yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan gembira.

Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain. Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi.

Olahraga telah diapresiasikn sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan,dan menciptakan para pelakunya, telah diupayakan berbagai pendekatan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, yang disebut pendekatan inter-disiplin adalah pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dari ilmu psikologo, sosiologi, anatomo, dan fisiologi. Sedangkan pendekatan cros-disiplin adalah pendekatan yang difokuskan pada ilmu motor learning, psikologi olahraga, dan sosiologi olahraga.

PEMBAHASAN
Dari keterangan yang di dapat dari penjelasan diatas, maka dapat saya simpulkan berbagai fungsi sosiologi olahraga, yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Sosiologi sebagai media pelepasan emosi, yaitu dalam sosiologi olahraga terdapat aspek-aspek yang ada di dalam suatu masyarakat, aspek ini kita gunakan sebagai media untuk melepaskan emosi, dengan ketentuan bahwa aspek ini haruslah di terima oleh masyarakat. Dalam hal ini yang kita bicarakan adalah tentang melepas emosi pada suatu event olahraga, yaitu kita harus mempunyai rasa sportif dan rasa toleran yang tinggi terhadap pemain ataupun supporter lawan, jika kita tidak menjunjung tinggi rasa itu, maka akan memunculkan tingkah laku kolektif yang sangat merugikan.

2. Sosiologi olahraga sebagai media pembentukan karakter, yaitu aspek-aspek yang di pelajari dalam sosiologi olahhraga dapat menjadi suau wwadah atau media untuk membentuk karakter bangsa, sebagai contohnya adalah bangsa ini tidak akan menjadi bangsa yag maju dalam hal persepakbolaan jika supporter dan pemainya kurang memahami apa itu sportifitas dan toleransi, pemerintah dan klub seharusnya memberikan penyuluhan dan pengarahan kepada para pemain dan supporter agar lebih bisa memahami apa itu sportifitas dan toleransi, agar tingkah laku kolektif dapat diminimalisir dan semoga dapat dihilangkan.


3. Sosiologi olahraga sebagai media kontrol sosial, yaitu dalam faktor-faktor tingkah laku bersama, operasi kontrol sosial seperti media massa, dan kritikus yang terlalu melebih-lebihkan atau terlalu ambisi dalam mengungkap suatu hal, dalam hal ini hal-hal yang terdapat dalam suatu event olahraga, karena olahraga adalah miniatur kehidupan, akan dapat menimbulkan tingkah laku bersama seperti tingkah laku kolektif, maka dari itu salah satu fungsi sosiologi olahraga adalah sebagai media kontrol sosial, karena pemberitaan yang di keluarkan oleh media massa sebagai acuan seberapa besar masalah yang ada dalam suatu event olahraga.

MAKALAH FASE KETERAMPILAN MOTORIK PADA ANAK USIA 1-12 TAHUN TUGAS MATA KULIAH PEMBELAJARAN MOTORIK

MAKALAH

FASE KETERAMPILAN MOTORIK PADA ANAK USIA 1-12 TAHUN

TUGAS MATA KULIAH PEMBELAJARAN MOTORIK


Dosen Pengampu : Bernadetha Suhartini, M.Kes








Oleh :

Ardi Nugroho
IKORA
07603141008



FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2010
A. PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS DAN KASAR ANAK USIA 1-3 TAHUN




Agar si kecil bisa mencapai dan melewati perkembangannya dengan normal, perlu diberikan stimulasi yang tepat sesuai usianya.

Idealnya, perkembangan motorik kasar dan halus si kecil akan diamati setiap berkunjung ke dokter spesialis anak dengan melakukan beberapa tes; apakah anak sudah bisa melakukan suatu gerakan A, misal. Dengan begitu, ketika ada keterlambatan, dokter langsung dapat mengintervensi dan memberi saran pada orang tua.

Tes yang umum dilakukan untuk memantau perkembangan motorik adalah tes Denver. Tes ini membagi perkembangan anak jadi empat, yaitu perkembangan personal sosial, perkembangan bahasa, serta perkembangan motorik kasar dan motorik halus adaptif. Perkembangan bayi akan diamati setiap 1 bulan sekali. Sedangkan balita, atau tepatnya setelah anak menginjak usia 2 tahun ke atas, cukup 3 bulan sekali.


Tes Denver ini, terang Ika Widiawati, lulusan Fakultas Psikologi UI, semacam checklist untuk mempermudah pemantauan akan perkembangan anak. Apakah anak sesuai dengan perkembangan usianya saat itu atau tidak. "Kalau misalnya anak terlambat, kita harus tahu pasti, bagian mana yang terlambat. Apakah perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa atau personal sosialnya." Bila sudah diketahui, misal, "O, anak ini hanya perkembangan motoriknya saja yang terganggu, yang lain sesuai." Maka terapinya akan ditekankan ke situ.

Namun, jangan buru-buru menganggap si kecil mengalami kelainan, karena siapa tahu yang jadi penyebab justru kurangnya stimulasi. Itu sebab, bila terjadi keterlambatan, kita harus tahu persis penyebabnya. "Tak heran seorang psikolog akan bertanya bagaimana pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya. Bukan tak mungkin orang tua yang overprotective akan membuat anak sulit berkembang. Kalau ini masalahnya, jelas orang tuanya yang perlu diterapi. Harus di beri penjelasan tentang dan cara-cara melakukan stimulasi pada anak."

Tapi kalau semua perkembangan anak terlambat, dari perkembangan bahasa, personal sosial, motorik kasar dan halusnya, maka anak dinyatakan mengalami retardasi mental /keterbelakangan mental. Misal, anak usia 3 tahun namun kemampuan motorik halus, kasar, termasuk berbahasa dan sosialnya, masih setara dengan anak usia 1 tahun 8 bulan.. Yang jelas, bila masalahnya berhubungan dengan motorik kasar, anak akan menjalani fisioterapi. Sedangkan jika masalahnya pada motorik halus, ia akan menjalani terapi okupasi. Untuk keterlambatan bahasa, tentu anak akan menjalani terapi wicara, dan sebagainya.

Nah, seperti apa perkembangan motorik kasar dan halus si batita? Yuk, kita, simak bersama di bawah ini, merunut tes Denver yang sudah dimodifikasi. Selanjutnya, amati apakah perkembangan si kecil sudah sesuai. Jangan lupa, beri stimulus agar ia bisa mencapai tahap-tahap perkembangan yang harus dilaluinya. Tentunya dilakukan sambil bermain, ya, Bu-Pak.


Sampai Usia 2 Tahun 9 Bulan Harus Bisa Membuat Menara Hingga 6 Kubus

Perkembangan motorik halus si kecil pun bisa diamati dengan mudah di rumah. Untuk membantu tes motorik halus, saran Ika, sediakan beberapa peralatan seperti kertas, mainan kubus, bola, cangkir, beberapa butir kismis dan pinsil warna. Pemilihan pinsil warna sebaiknya dicocokkan dengan tangan si kecil yang masih mungil. Jadi, hindari pensil yang terlalu kecil karena ia belum bisa memegangnya dengan benar. Yang baik, pensil khusus yang dirancang bagi pemula atau krayon besar hingga enak dipegang.




* Usia 1 Tahun

Si kecil harus sudah bisa mengambil dua buah kubus, membenturkan kubus tersebut, serta memegang sesuatu dengan ibu jari dan telunjuk (menjumput kismis, misal). Orang tua perlu waspada ketika menginjak 1 tahun 2 bulan, anak belum dapat menaruh kubus di dalam cangkir. Sebab, memasuki usia ini, ia sebenarnya harus sudah bisa melakukan itu.


* Usia 1 Tahun 3 Bulan

Yang perlu dicermati bila si kecil belum bisa mencorat-coret. Normalnya, di usia ini bila diberi kertas dan pensil, ia akan langsung tertarik untuk menorehkan coretan di atas kertas. Walau tentu hasilnya masih amburadul dan cara memegang pensilnya pun masih salah.


* Usia 1 Tahun 4 Bulan

Perkembangan motorik halus anak usia ini dinyatakan terlambat bila belum bisa menjumput kismis, membenturkan dua kubus, dan menaruh kubus dalam cangkir.


* Usia 1 Tahun 5 Bulan

Dikatakan terlambat bila si kecil belum bisa melakukan apa yang dilakukan anak 1 tahun 4 bulan tadi, plus belum bisa corat-coret. "Bila ini sampai terjadi, salah satu penyebabnya berkaitan dengan kurangnya stimulasi. Mungkin anak sering dibiarkan saja atau terlalu sering digendong hingga ia tidak terampil. Atau bisa juga karena ada salah satu organnya yang tak berfungsi baik."


* Usia 1 Tahun 6 Bulan

Keterampilannya hampir sama dengan anak 1 tahun 5 bulan. Patut diperhatikan, bila anak belum bisa membuang kismis dari jari jemarinya dan membenturkan 2 kubus.


* Usia 1 Tahun 7 Bulan

Harus sudah bisa membenturkan 2 kubus, menaruh kubus di dalam cangkir, dan mencorat-coret. Jika belum bisa, dianggap terlambat. Hati-hati, bila ia belum bisa membuang kismis dan membangun menara 2 kubus. Beberapa anak usia ini sudah bisa membangun menara dari 4 kubus. "Untuk membangun menara ini tak tergantung latihan, kok. Kalau sudah sesuai dengan usianya, anak akan bisa dengan sendirinya dan akan senang melakukannya."

Bila Ibu-Bapak ingin menguji si kecil, bilang saja, "Yuk, kita buat menara Monas. Nih, seperti begini!" Setelah diberi contoh, kita rubuhkan kembali, lalu minta ia untuk membuatnya sendiri.


* Usia 1 Tahun 10 Bulan

Hingga usia ini, perkembangan motorik halusnya tak berbeda jauh dengan sebelumnya. "Ketika menginjak usia 1 tahun 11 bulan, beberapa anak sudah dapat membuat menara 6 kubus sampai 8 kubus. Bahkan, ada yang bisa meniru membuat garis vertikal. Bila kita contohkan menarik garis, maka anak akan meniru membuatnya, tapi kalau belum bisa pun masih dianggap normal."


* Usia 2 Tahun 3 Bulan

Jangan lupa, mulai usia 2 tahun, perkembangan anak dilihat setiap 3 bulan sekali. Ketika usia 2 tahun hingga 2 tahun 3 bulan, perkembangan motorik halusnya dianggap terlambat bila ia belum dapat membuang kismis dan menyusun menara dari 4 buah kubus.



* Usia 2 Tahun 6 Bulan

Beberapa anak usia 2 tahun 6 bulan sudah dapat menggoyang ibu jari. Biasanya anak tak mau langsung melakukan bila hanya diminta begitu saja. 'Ayo, Dek, goyangkan ibu jarinya.' Jadi bisa dicoba dengan memintanya untuk menirukan, 'Ayo, Dek, bilang oke, seperi begini!' sambil kita mengacungkan jempol lalu digerak-gerakkan. Bisa juga dengan lagu yang berkaitan dengan ibu jari.


* Usia 2 Tahun 9 Bulan

Anak sudah harus bisa membuat menara sampai 6 kubus. Bahkan, rata-rata anak sudah bisa 8 kubus.


* Usia 3 Tahun

Ketika usia 3 tahun perlu diperhatikan bila anak belum bisa membuat garis vertikal. Beberapa anak sudah bisa menunjuk garis vertikal yang lebih panjang bila kita gambarkan.


Normalnya, Usia 1 Tahun 2 Bulan Sudah Bisa Berjalan

Perkembangan motorik kasar si kecil bisa diamati dengan melihat keterampilannya sehari-hari. Misal, usia 1 tahun si kecil harus sudah bisa berdiri selama 2 detik, bangkit untuk duduk dan bangkit untuk berdiri. Pada usia 1 tahun 2 bulan, kemampuan tadi harus sudah ditambah dengan mampu berdiri sendiri.

Normalnya, jelas Ika, di usia 1 tahun 2 bulan, anak harusnya sudah bisa berjalan. "Jika belum bisa, sebetulnya lebih disebabkan ada kecemasan. Misal, anak ketakutan karena ada trauma pernah jatuh atau karena ibunya yang takut melepaskan hingga anak tak terlatih." Sarannya, ketika anak berjalan, cukup berikan ujung jari kita padanya. Dengan demikian, anak lebih percaya diri, begitu pun orang tua, jadi, bila di usia 1 tahun 3 bulan dan 1 tahun 4 bulan, si kecil belum bisa berjalan dengan baik, maka perkembangan motorik kasarnya dianggap terlambat. Begitu pun bila ia belum bisa berdiri kembali dari posisi membungkuk. Beberapa anak usia ini malah bisa berjalan mundur, berlari dan naik tangga.

Bahkan, yang terampil bisa menendang bola di usia 15 bulan, lo. Kemampuan ini, bilang Ika, bisa saja menunjukan bakat atau keterampilan anak yang lebih advance dari anak lainnya. "Bukankah anak ada yang terampil dan ada yang clumsy? Jadi, apa yang dikerjakan anak clumsy selalu saja ada yang salah, misal, jatuh kalau berjalan atau berlari. Anak seperti ini biasanya sedari kecil perkembangan motoriknya mengalami keterlambatan sedikit. Intinya, mereka sebenarnya bisa tapi tidak terampil. Di sinilah peran orang tua untuk memberi stimulasi."


BERJALAN MUNDUR

Berikutnya, perkembangan anak usia 1 tahun 5 bulan hampir sama dengan anak usia 1 tahun 6 bulan, yaitu anak harus sudah bisa berjalan dengan baik dan berjalan mundur. Yang patut diwaspadai berbeda, di usia 1 tahun 5 bulan, bila si kecil belum dapat berlari masih dianggap normal. Namun ketika menginjak 1 tahun 6 bulan masih juga belum bisa berlari, maka perkembangannya dinyatakan terlambat. Soalnya, 75-90 persen anak usia itu sudah bisa berlari. Lain hal bila belum bisa berjalan naik tangga atau menendang bola overhead, masih dianggap normal

Kemampuan anak 1 tahun 7 bulan masih mirip dengan usia 1 tahun 6 bulan. Anak harus sudah berjalan mundur, berjalan dengan baik, dan dapat berdiri kembali dari posisi membungkuk. Bila semua itu belum bisa, maka perkembangannya terlambat. Juga hati-hati kalau anak belum bisa berlari dan berjalan menaiki tangga di usia 1 tahun 8 bulan karena 95 persen anak sudah bisa.
Menurut Ika, ketidakmampuan ini sering berkaitan dengan pola asuh yang terlalu overprotective dari orang tua. Misal, karena bentuk tangga yang curam membuat orang tua melarang si kecil naik-turun tangga. Belum lagi kerapnya orang tua melarang dengan cara menakut-nakuti, "Awas, lo, Dek, kalau naik tangga, Adek nanti bisa jatuh !" Akhirnya anak tak punya keberanian hingga ia pun tak punya pengalaman dan keterampilan untuk berjalan menaiki tangga. "Sebaiknya beri kesempatan pada anak. Tentu dengan cara mendampinginya. Kalau tidak, kapan anak terampil?"

Selanjutnya, di usia 1 tahun 9 bulan, perkembangan anak dinyatakan terlambat bila belum dapat lari, berjalan dengan baik dan berjalan mundur. "Biasanya orang tua jarang menyuruh anak untuk berjalan mundur. Tapi untuk mengetahui perkembangannya, coba lakukan tes itu sekarang juga," bilang Ika.

Perkembangan anak hingga usia 1 tahun 10 bulan dan 2 tahun belum berbeda jauh dengan sebelumnya. Hanya di usia ini, bila anak belum bisa berjalan menaiki tangga, sudah dianggap telat. Jadi ketika di mal, bilang Ika, anak 1 tahun 10 bulan sebenarnya sudah bisa naik tangga sendiri. "Tapi yang dimaksud bukan tangga berjalan, lo."

Yang patut diwaspadai, bila anak usia ini, terutama anak laki-laki, belum bisa menendang bola. Tapi jangan khawatir bila ia belum bisa melompat atau melempar bola overhead karena masih dianggap normal.


NAIK TANGGA

Setelah menginjak usia 2 tahun, Denver melihat perkembangan anak tiap 3 bulan sekali. Dari usia 2 tahun, 2 tahun 3 bulan hingga usia 2 tahun 6 bulan, anak mestinya sudah bisa menendang bola ke depan, naik tangga dan berlari. Orang tua perlu waspada bila anak belum bisa melompat ke atas dan melempar bola overhead. Beberapa anak malah bisa melompat lebar dan berdiri di atas satu kaki selama satu detik.

Itu sebab, jika di usia 2 tahun 9 bulan, si kecil belum bisa berjalan naik tangga, melompat ke atas dan belum bisa melempar bola overhead, maka perkembangan motorik kasarnya dikatakan terlambat. Tak demikian halnya bila ia belum bisa melompat lebar dan berdiri di kaki satu selama 3 detik, masih dalam batas normal, kok! Beberapa anak akan bisa melakukan, bila diminta berdiri di atas satu kaki selama 3 detik. Bilang saja, "Ayo, Dek, berdiri kayak bangau!"

Nah, perkembangan anak ini hampir sama saja dengan anak usia 3 tahun. Hanya hati-hati kalau ia belum bisa berdiri di atas satu kaki selama 1 detik.



B. PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 5-12 TAHUN

Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus ketrampilan – ketrampilan motorik, anak – anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak – anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.

Beberapa perkembangan motorik (kasar maupun halus) selama periode ini, antara lain :

a). Anak Usia 5 Tahun

- Mampu melompat dan menari

- Menggambarkan orang yang terdiri dari kepala, lengan dan badan

- Dapat menghitung jari – jarinya

- Mendengar dan mengulang hal – hal penting dan mampu bercerita

- Mempunyai minat terhadap kata-kata baru beserta artinya

- Memprotes bila dilarang apa yang menjadi keinginannya

- Mampu membedakan besar dan kecil

b). Anak Usia 6 Tahun

- Ketangkasan meningkat

- Melompat tali

- Bermain sepeda

- Mengetahui kanan dan kiri

- Mungkin bertindak menentang dan tidak sopan

- Mampu menguraikan objek-objek dengan gambar

c). Anak Usia 7 Tahun

- Mulai membaca dengan lancar

- Cemas terhadap kegagalan

- Peningkatan minat pada bidang spiritual

- Kadang Malu atau sedih

d). Anak Usia 8 – 9 Tahun

- Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat

- Mampu menggunakan peralatan rumah tangga

- Ketrampilan lebih individual

- Ingin terlibat dalam sesuatu

- Menyukai kelompok dan mode

- Mencari teman secara aktif.

e). Anak Usia 10 – 12 Tahun

- Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang berhubungan dengan pubertas mulai tampak

- Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri , dll.

- Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu orang lain

- Mulai tertarik dengan lawan jenis.

C. STIMULASI 4 MOTORIK KASAR


Motorik kasar merupakan area terbesar perkembangan di usia batita. Diawali dengan kemampuan berjalan, lantas lari, lompat dan lempar. Nah, modal dasar untuk perkembangan ini ada 3 (yang berkaitan dengan sensori utama), yaitu keseimbangan, rasa sendi (propioceptif) dan raba (taktil). Untuk melatihnya yang jelas lakukan sedini mungkin saat semua perkembangan sensorinya terpenuhi. Berkaitan dengan ini, orangtua harus bijak melihat kesiapan anak. Misal, anak 12 bulan yang sudah bisa berjalan bisa distimulasi untuk perkembangan berikutnya yaitu lari, lompat, dan lempar. Sebaliknya, bila fase berjalan belum dilalui anak dengan baik, tentu tahapan perkembangan berikutnya pun belum bisa diajarkan. Lantaran itulah, penting bagi kita untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan per usia anak. Cara ini juga memungkinkan kita mendeteksi gangguan yang siapa tahu dialami si kecil.

Stimulasi dilakukan sambil bermain, misalnya mengajak anak berlari berkeliling meja makan sambil berpura-pura menjadi kucing yang dikejar anjing kecil. Begitu pula ketika mau mandi, ajak anak berlari atau melompat-lompat ke arah kamar mandi. Kemudian minta ia membuka kancing bajunya, dan menaruh baju kotornya dengan melemparnya ke arah keranjang cucian. Kegiatan-kegiatan itu saja sudah menstimulasi beberapa motorik kasar si kecil.


STIMULASI 4 MOTORIK KASAR

1. Jalan

Sebelum orangtua memberikan stimulasi pada anak, pastikan anak sudah melalui perkembangan sebelumnya, seperti duduk, merangkak, dan berdiri. Pada kemampuan motorik kasar ini, yang harus distimulasi adalah kemampuan berdiri, berjalan ke depan, berjalan ke belakang, berjalan berjingkat, melompat/meloncat, berlari, berdiri satu kaki, menendang bola, dan lainnya. Berjalan seharusnya dikuasai saat anak berusia 1 tahun sementara berdiri dengan satu kaki dikuasai saat anak 2 tahun.

Untuk berjalan, perkembangan yang harus dikuatkan adalah keseimbangan dalam hal berdiri. Ini berarti, si kecil tak hanya dituntut sekadar berdiri, namun juga berdiri dalam waktu yang lebih lama (ini berkaitan dengan lamanya otot bekerja, dalam hal ini otot kaki).

Bila perkembangan jalan tidak dikembangkan dengan baik, anak akan mengalami gangguan keseimbangan. Si kecil jadi cenderung kurang pede dan ia pun selalu menghindari aktivitas yang melibatkan keseimbangan seperti main ayunan, seluncuran, dan lainnya. Sebaliknya, anak lebih memilih aktivitas pasif seperti membaca buku, main playstation, dan sebagainya.

Stimulasi:

Orangtua berdiri berjarak dengan anak sambil memegang mainan yang menarik. Gunakan karpet bergambar atau tempelkan gambar-gambar yang menarik di lantai. Minta anak untuk menginjak karpet/lantai. Misalnya, “Ayo Dek, injak gambar gajahnya!”

Mainan seperti mobil-mobilan atau troli yang bisa didorong-dorong juga bisa membantu anak belajar berjalan.

2. Lari

Perkembangan lari akan memengaruhi perkembangan lompat dan lempar serta kemampuan konsentrasi anak kelak, Pada tugas perkembangan ini, dibutuhkan keseimbangan tubuh, kecepatan gerakan kaki, ketepatan 4 pola kaki-(heel strike/bertumpu pada tumit, toe off/telapak kaki mengangkat kemudian kaki bertumpu pada ujung-ujung jari kaki, swing/kaki berayun dan landing/setelah mengayun kaki menapak pada alas)dan motor planning (perencanaan gerak).

Lalu apa hubungan perkembangan lari dengan kemampuan konsentrasi? Begini, pada perencanaan gerak (salah satu syarat tugas perkembangan lari) dibutuhkan kemampuan otak untuk membuat perencanaan dan dilaksanakan oleh motorik dalam bentuk gerak yang terkoordinasi. Nah, kemampuan perencanaan gerak tingkat tinggi (seperti lari) akan memacu otak melatih konsentrasi.

Jika perkembangan lari tidak dikembangkan dengan baik, anak akan bermasalah dalam keseimbangannya, seperti mudah capek dalam beraktivitas fisik, sulit berkonsentrasi, cenderung menghindari tugas-tugas yang melibatkan konsentrasi dan aktivitas yang melibatkan kemampuan mental seperti memasang pasel, tak mau mendengarkan saat guru bercerita (anak justru asyik ke mana-mana), dan lainnya.

Stimulasi

Stimulasi lari bisa dimulai ketika anak berada pada fase jalan, sekitar usia 12 bulan ke atas. Aktivitasnya bisa berupa menendang bola, main sepeda (mulai roda 4 sampai bertahap ke roda 3 dan kemudian roda 2) serta naik turun tangga.


3. Lompat

Kemampuan dasar yang harus dimiliki anak adalah keseimbangan yang baik, kemampuan koordinasi motorik dan motor planning (perencanaan gerak). Contoh, saat anak ingin melompati sebuah tali, ia harus sudah punya rencana apakah akan mendarat dengan satu kaki atau dua kaki. Kalaupun satu kaki, kaki mana yang akan digunakan.

Jika anak tidak adekuat dalam perkembangan melompat, biasanya akan menghadapi kesulitan dalam sebuah perencanaan tugas yang terorganisasi (tugas-tugas yang membutuhkan kemampuan motor planning).

Stimulasi:

Lompat di tempat atau di trampolin. Jangan lompat-lompat di tempat tidur karena meski melatih motorik namun “mengacaukan” kognitif. Dalam arti, mengajarkan perilaku atau mindset yang tidak baik pada anak. Karena seharusnya tempat tidur bukan tempat untuk melompat atau bermain.

Lompatan berjarak (gambarlah lingkaran-lingkaran dari kapur atau gunakan lingkaran holahop yang diatur sedemikian rupa letaknya). Minta anak untuk melompati lingkaran-lingkaran tersebut, gradasikan tingkat kesulitan dengan memperlebar jarak dan menggunakan kaki dua lalu satu secara bergantian.


4. Lempar

Pada fase ini yang berperan adalah sensori keseimbangan, rasa sendi (proprioseptif), serta visual. Peran yang paling utama adalah proprioseptif, bagaimana sendi merasakan suatu gerakan atau aktivitas. Umpama, pada saat anak melempar bola, seberapa kuat atau lemah lemparannya, supaya bola masuk ke dalam keranjang atau sasaran yang dituju.

Jika kemampuan melempar tidak dikembangkan dengan baik, anak akan bermasalah dengan aktivitas yang melibatkan gerak ekstrimitas atas (bahu, lengan bawah, tangan dan jari-jari tangan). Seperti, dalam hal menulis. Tulisannya akan tampak terlalu menekan sehingga ada beberapa anak yang tulisannya tembus kertas, atau malahan terlalu kurang menekan (tipis) atau antarhurufnya jarang-jarang (berjarak). Dalam permainan yang membutuhkan ketepatan sasaran pun, anak tidak mahir. Umpama, permainan dartboard. Aktivitas motorik halus lainnya juga terganggu semisal pakai kancing baju, menali sepatu, makan sendiri, meronce, main pasel, menyisir rambut, melempar sasaran, dan lain-lain. Intinya, stimulasi pada perkembangan ini yang tidak optimal berindikasi pada keterampilan motorik halus yang bermasalah.

Gangguan lain berkaitan dengan koordinasi, rasa sendi dan motor planning yang bermasalah. Contoh, ketika bola dilempar ke arah anak, ada dua kemungkinan respons anak, yaitu tangan menangkap terlambat sementara bola sudah sampai. Atau tangan melakukan gerak menangkap terlebih dahulu sementara bola belum sampai. Seharusnya, respons tangkap anak sesuai dengan stimulus datangnya bola dan anak bisa memprediksinya. Bila ada gangguan berarti anak bermasalah dalam sensori integrasinya. Sensori integrasi adalah mengintegrasikan gerak berdasarkan kemampuan dasar sensori anak. Tentunya ini dapat diatasi dengan terapi yang mengintegrasikan sensori-sensorinya.

Stimulasi:

Main lempar tangkap bola (gradasikan tingkat kesulitannya) yaitu posisi, besar bola, berat bola, dan jenis lambungan. Pada posisi bisa dilakukan sambil duduk kaki lurus, duduk kaki bersila, duduk kaki seperti huruf W ke belakang, jongkok, dan bahkan berdiri. Pada jenis lambungan, bisa dilakukan dengan lambungan dari atas, sejajar, atau lambungan dari bawah.